Sunday, February 21, 2010

TEMA DAN VARIASI

Bandung, 21 Februari 2010

MENGENAL BENTUK TEMA DAN vARIASI

PADA PERIODE MUSIK KLASIK (1750-1825)

Oleh: Tono Rachmad PH

(Dikutip dari Majalah Staccato no. 80/ Bulan Mei Tahun 2009)

Penggunaan bentuk tema dan variasi dalam periode klasik (1759 – 1825) sangat luas, baik sebagai bbentuk yang independen atau berdiri sendiri maupun sebagai salah-satu movement didalam karya simfoni, konserto, sonata untuk piano atau musik kamar. Sebagai salah satu movement pada karya sonata untuk piano, kita dapat menemukan bentuk tema dan variasi ini, salah satunya pada sonata untuk piano dari W.A. Mozart KV 331 misalnya.

Bagian Tema merupakan bagian yang mengangkat gagasan dasar/utama dan tampil pada awal karya. Selanjutnya diulangi beberapa kali dan berlanjut ke bagian-bagian yang berubah dalam bentuk variasi – variasi. Struktur umum, berupa tema A, variasi 1 (A’), variasi 2 (A’’), variasi 3 (A’’’) dan seterusnya. Setiap aksen menunjukan variasi dari gagasan tema nya (A). setiap variasi mempunyai panjang yang hamper sama dengan tema nya. Namun adakalanya, terdapat beberapa variasi (misalnya pada variasi ke-lima dan ke-enam dari piano sonata no XVI) yang dibuat oleh W.A. Mozart. Bagian variasi ke-lima dan ke-enam biasanya memiliki kesan karya yang panjangnya tidak sama dengan temanya.

Perubahan darisisi melodi, harmoni, iringan, atau dinamik, pada bentuk tema dan variasi ini juga bisa saja terjadi. Keberadaan melodi yang hadir pada bas dibagian variasi juga dapat menjadi alternatif pilihan lain bagi si penciptanya. Kemungkinan lain, variasi juga dapat dihadirkan dalam tonalitas minor (selain tonalitas mayor) yang hadir bersaman dengan variasi melodi baru . Setiap variasi itu unik karena kahadiran kesan yang berbeda dari temanya yang asli. Antara variasi yang satu dengan variasi yang lain dapat saling berkaitan (bersambung) atau dapat juga dipisahkan oleh jeda.

Tema dan variasi karya W.A. Mozart dalam karya Piano sonata no XVI (kv 331) misalnya, memiliki bagian tema dan enam bagian variasi yang masing – masing bagiannya terpisah (Mandiri). Kemandirian itu, terasa oleh karena jeda saat pergantian dari tema ke variasinya ataupun jeda yang terjadi saat pergantian antar variasi – variasinya sendiri. Selain jeda yang memberi kesan kemandirian tema atau kemandirian variasi – variasinya itu, kesan kemandirian juga disebabkan oleh dua aspek lainnya. Aspek pertama oleh karena struktur temanya, bagian tema ini memiliki dua sub tema yang berbeda dalam rangkaian struktur sub tema 1-sub tema 1-sub tema 2-sub tema 1-sub tema 2-sub tema 1. rangkaian struktur iniberakhir pada bagian sub tema 1 berikut kadens V-I yang memberi kesan kalimat atau bagian keseluruhan tema tersebut, berakhir/selesai. Setelah jeda sejenak, maka bagian tema ini dilanjutkan ke bagian variasi pertama. notasi bagian tema piano sonata No. XVI/KV. 331 W.A. Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 242 – 249.

Dalam persepsi penulis, keberadaan jeda diantara tema dengan variasinya itu memberi kesan bahwa struktur karya yang demikian itu justru semakin memperkokoh bagian tema ini sebagai karya yang mandiri dari bagian – bagian variasinya. Demikian pula kesan kemandirian yang terjadi pada setiap variasinya. Walaupun begitu, kesan kemandirian bagian tema maupun bagian variasinya, punya ikatan tematik yang kuat. Bagian tema dan masing – masing variasinya itu, masih terikat oleh adanya bayangan tema di setiap kemunculan bagian variasi.

Sementara aspek ke dua yang juga membangun kesan kemandirian adalah bahwa ke enam variasinya masing – masing mengolah tema dengan cara yang berbeda secara khas. Variasi pertama, materi karya diolah dalam kesan satuan ketukan yang lebih kecil (mikro) dibandingkan bagian tema A sebelumnya. Mozart merubah satuan ketukan dasarnya, dari not 1/8 menjadi not 1/16. notasi bagian variasi pertama piano sonata No. XVI/KV. 331 W.A Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya-karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 242 – 249.

Variasi ke dua, materi karya diolah dalam kesan yang ornamentik. Hampir setiap nada pada melodinya ditambbahkan hiasan berupa kombinasi appogiatura, trill, dan staccato. Sementara untuk nada – nada basnya, juga menggunakan ornamen-ornamen appogiatura. notasi bagian variasi ke-dua piano sonata No. XVI/KV. 331 W.A. Mozart ini, dapat dilihat dalam kumpulan karya-karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 242 – 249.

Sedangkan variasi ke tiga, materi tema diolah dengan melakukan perubahan tonalitas dari tema yang bertonalitas A mayor, diubah kedalam tonalitas A minor (pararell senama). Perasaan minor ini, diperkuat melalui perubahan satuan not 1/8 dalam M.M. 112 serta permainan yang lebih legato. notasi bagian variasi ke-tiga piano sonata No. XVI/KV. 331 W.A. Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 242 – 249.

Sementara pada variasi ke empat, materi karya diolah kedalam tekstur yang lebih homofon, sehingga melodi terkesan lebih tebal. Kesan akan ketebalan ini terjadi karena hamper setiap nada-nada pada melodi, memiliki not ganda yang berinterval sekt atau ters pararell. Pergerakan not ganda ini bergerak searah. notasi bagian variasi ke-empat, piano sonata No. xvi/kv.331 w.a. Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya-karya sonata untuk piano oleh Epstein,1918: 242-249.

Pada variasi ke-lima,materi tema di olah dengan mengubah karya secara augmentasi.Karya terasa menjadi lebih panjang,karna setiap kalimat-kalimat tema,di kembangkan dengan melodi-melodi tambahan. hampir setiap kalimat di dalam tema pada fariasi ke-lima ini,di kembangkan dalam gaya yang seolah-olah improvisatif. Untuk memperkuat kesan augmentative,tempo andante pada tema aslinya, diubah lambat menjadi tempo Adagio.disamping itu pula,terjadi pengubahan satuan not 1/8 dalam m.m.120 menjadi m.m.60. Notasi bagian variasi ke-lima, piano sonata No. xvi/kv. 331 w.a. Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya-karya sonata untuk piano oleh Epstein,1918:242-249.

Sedangkan pada variasi terakhir yakni variasi ke-enam,Mozart mengolah materi karya menjadi kontras dibandingkan dengan cara pengolahan variasi ke-lima. Variasi ke-enam,di olah secara lebih diminuasi,sehingga terkesan lebih singkat dari tema yang sebenarnya. Untuk memperkuat pengolahan secara diminuasiini,Mozart mengubah tempo tema dari andante grazioso menjadi tempo allegro. Kesan diminuasi ini, juga di perkuat dengan cara mengubah satuan not ¼ (M.M.116),dari birama tema aslinya yakni ¾ menjadi birama 4/4. Notasi variasi ke-enam piano sonata No. xvi/kv. 331 w.a.mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Epstein,1918:242-249.

Karya tema dan variasi dari Mozart diatas,secara keseluruhan mungkin terkesan sebagai gaya Mozart yang ingin mengajak apresiatornya untuk sesekali ‘bermain-main’ dalam dimensi materi musik yang terkadang matematis. Sebuah gaya komposisi ala Mozart yang khas. Kita mungin akan tersenyum bila kita dapat menangkap maksud’gurauan’ Mozart pada karya ini.

Tema dan variasi,umumnya marupakan bentuk dengan tema yang orisinil.tema utamanya, bisa berasa dari melodi yang digagas komposernya sendiri,seperti halnya yang diciptakan oleh Mozart pada karya sonata piano kv. 331 diatas. Tetapi bisa juga berasal (pinjam) dari karya lain.Seperti yang di lakukan oleh Beethoven atau F. Joseph Haydn. Karya yang berbentuk tema dan variasi dari Beethoven misalnya, meminjam sedikit wals dari orang lain, dan meletakannya dalam 33 variasi yang brilian. Model tema dan variasi yang umum, adalah tema dengan setidaknya 3 variasi.

TEMA dan VARIASI KARYA JOSEPH HAYDN

Contoh lain tentang tema yang mengambil/meminjam dari tema lain, dapat kita temukan, pada Simfoni No. 94 (surprise) dalam G mayor (movement ke-dua/Andante),ciptaan F. Joseph Hyden. Simfoni movement ke-dua ini,adalah contoh tema dan variasi yang mengutip lagu rakyat inggris. Mendengarkan tema dari movement ke-dua simfoni ini,mengingatkan kita pada lagu anak-anak, yakni Twinkel-Twinkel Little Star.

Simfoni ini di awali dengan penggalan melodi lagu rakyat tersebut,yang beraksen (stakato)dan lembut. Pada bagian selanjutnya,kita dikejutkan sesaat oleh tekanan sebuah akor yang kuat dan tiba-tiba. Apakah karena tekanan kuat dan tiba-tiba padasebuah akor tersebut, maka karya simfoni ini disebut sebagai simfoni Surprise? Penulis tidak tahu pasti, tetapi bagi penulis, memanfaatkan kutipan lagu rakyat yang digunakan sebagai tema karya oleh komposernya ini, tampaknya yang lebih mengejutkan. Ada empat variasi yang dibuat oleh Haydn sang composer, dimana tema ini berubah-ubah dari sisi warna nada,dinamika,irama,dan melodi. Seringkali melodi aslinya diiringi dengan melodi lain yang baru, sebagai kontra melodi. Selanjutnya kombinasi dari dua melodi yang kontras ini ,menghasilkan tekstur polifoni yang menarik.

Dalam variasinya,tema di hadirkan melalui tonalitas minor yang berkombinasi dengan tonalitas mayor.Variasi terakhir,diikuti oleh bagian penutup, dimana akompanyemen disatu sisi terasa gagah,tetapi juga disisi lain memberikan suatu kesan warna yang gelap. Temanya sendiri diciptakan dalam dua sub tema (st 1dan st 2). Masing-masing sub tema tersebut, mendapat perulangan. Karya ini juga menjadi conto yang baik untuk bentuk tema dan variasi yang menyambung,sehingga kita tidak hanya mendapatkan bentuk tema dan variasi nya dengan bagian-bagiannya yang terpisah.

Kita juga dapat menjumpai tema dan variasi ini dalam karya Franz Schubert melalui karya Piano Quintet, D.667 “The Trout”. Karya ini merupakan contoh yang menarik pula,untuk tema dan variasi. Karya ini memiliki tema dengan 6 variasi yang diolah dalam warna,sekaligus material.karya ini dibuka dengan menghadirkan tema utama dalam dua sub tema yang mendapatkan perulangan. Variasi per tema di sajikan dalam perubahan warna dan sekaligus pengolahan tema secara ornamentik. Pengolahan warna di lakukan dengan pergantian alat musik yang berperan di melodi utama. Pergantian dari biola ke alat musik piano ini,sekaligus mengolah melodi utama dengan hiasan-hiasan nada(ornamen).

Variasi ke-dua,materi karya diolah secara tekstural dengan menampilkan tiga jalur melodi. Melodi utama di letakan pada jalur tengah dan dimainkan oleh biola dan biola alto. Sementara jalur melodi atas memainkan nada yang lebih tinggi dan dikembangkan berdasarkan melodi utamanya, serta diolah dalam satuan ketukan yang lebih kecil (mikro). Sedangkan piano,berada di jalur tiga dan bertindak sebagai pemberi respon pada melodi utama(dialogis). Bagian variasi ini terkesan seperti tekstur yang polifon.

Pada variasi ke tiga , konsep tekstural yang terdapat pada variasi ke-dua sebelumnya, masih dipertahankan. Bedanya bila jalur atas pada variasi ke-dua di perankan oleh biola, maka pada pvariasi ke-tiga ini, jalur atas di gantikan posisinya oleh piano dalam permainan legato serta dengan satuan ketukan yang mikro.

Sementara jalur tengah atau jalur melodi uatama di perankan oleh cello dalam wilayah nada satu oktaf lebih rendah dari melodi utama yang sebenarnya,serta di bawakan secara stakato .sedangkan jalur ke -tiga, diperankan oleh biola yang juga bertindak seolah-olah sebagai pemberi pulsa/ketukan dasar sekaligus memberi efek stakato yang lebih kuat. Variasi ini terkesan mengolah konsep ekspresi kontras (legato versus stakato).

Variasi ke-empat, adalah Variasi permainan tema dalam perubahan dinamika yang kontras. Diawali dalam dinamika keras pada satu frase, yang kemudian direspon dengan dinamika lembut pada frase berikutnya.bagian variasi ke-empat ini , diakhiri dalam suatu suasana yang lebih minor.

Variasi ke-lima, nampaknya Schubert ingin mengolah perubahan tonalitas .tema utama yang memiliki tonalitas mayor ,diubah dalam tonalitas minor dengan sebelumnya telah diantarkan terlebih dahulu oleh bagian akhir dari variasi ke-4 . Suasana minor menjadi lebih kuat lagi ,dengan dukungan tempo yang lebih lambat dibandingkan dengan tempo tema utamanya.Cara pengolahan dengan pengubahan tonalitas mayor ke minor ini, mengingatkan kita pada variasi ke-tiga dari karya Sonata untuk piano kv.331 dari W.A.Mozart yang telah dibahas di atas.

Variasi terakhir yakni variasi ke-enam, Schubert ingin mengakhiri karya ini melalui pengolahan materi tema secara diminuasi . Variasi ke-enam ini lebih pendek ,karena Schubert mengubah metris yang lebar menjadi lebih pendek ,sehingga kesan aksentuasi menjadi lebih nyata.kesan diminuasi ini ,juga di perkuat oleh karna perubahan tempo yang lebih cepat dari tempo tema utamanya.

(Penulis,adalah dosen pada Jurusan Pendidikan Musik FPBS UPI Bandung. Ia pernah pula menjadi dosen luar biasa di STSI (d/h ASTI) Bandung. Saat ini juga aktif sebagai nara sumber program siaran apresiasi musik klasik di radio Walagri 93,3 FM Bandung serta menulis beberapa buku dan artikel untuk majalah serta jurnal musik).

RONDO

Bandung, 21 Februari 2010

Mengenal Bentuk Rondo

Pada Periode Musik Klasik (1750-1825)

Oleh: Tono Rachmad PH)

1. Apakah Rondo itu?

Banyak movement dalam sejumlah karya musik untuk piano sonata, simfoni, konserto, dan musik kamar diperiode klasik (1750-1825), salah-satunya adalah dalam bentuk Rondo (Ing: Round, artinya berputar). Istilah ini dimaksudkan sebagai karya yang memiliki tema utama yang akan hadir beberapa kali diantara tema-tema baru yang muncul. Tema utama ini dihadirkan secara lengkap di awal karya. Sementara tema utama berikutnya yang akan hadir, biasanya berupa bagian yang tidak lengkap, tetapi kita masih merasakannya sebagai tema utama.

Sebagai contoh, kita dapat menemukan bentuk rondo ini pada karya Horn Concerto no. 4 dalam Es mayor (movement III- allegro vivace), ciptaan Wolfgang Amadeus Mozart yang dikenal sebagai composer periode klasik. Bentuk rondo, pada karya konserto ini, diawali dengan hadirnya tema utama (Tema A) oleh solis dan diulangi kembali oleh orkes. Selanjutnya hadir tema baru (Tema B) yang dibawakan oleh solis dan orkes. Bagian berikutnya, adalah kembalinya tema utama oleh solis dan ulangannya oleh orkes.

Rangkaian karya ini dilanjutkan ke bagian tema baru lainnya (Tema C) yang kemudian diteruskan ke tema utama, kembali ke Tema B, berlanjut ke tema utama kembali, dan diselesaikan oleh bagian koda serta kadens. Sehingga bila kita perhatikan, karya konserto ini memiliki rangkaian struktur: Tema A-Tema B-Tema A-Tema C-Tema A-Tema B-Tema A-koda-kadens. Bentuk rondo semacam ini, merupakan bentuk yang popular sebagai bentuk rondo pada masa periode klasik.

Bentuk rondo pada masa periode klasik, sepintas mirip bentuk ritornello pada masa periode barok (1600-1750), yang memiliki unsur pengulangan tema awal sebagai sela diantara tema-tema baru berikutnya. Bentuk rondo, mengangkat satu tema utama yang mudah dikenal. Tema utama ini, nantinya akan hadir kembali beberapa kali setelah melalui alterasi (pergantian) dengan tema lain).

Bentuk rondo yang ladzim dimasa periode klasik memiliki struktur A-B-A-C-A-B-A seperti karya konserto haydn diatas. Namun adakalanya memiliki struktur yang lebih sederhana yakni berstruktur A-B-C-A. Tetapi ada kalanya juga memiliki struktur yang lebih panjang seperti A-B-A-C-A-D-A-E-A-F-A. Namun untuk menghindari kesan kejenuhan, biasanya para composer klasik menciptakan bentuk rondo yang tidak panjang.

Tema utama (Tema A) umumnya memiliki kesan yang hidup dan sederhana. Para apresiator lebih mudah untuk mengingatnya, karena mereka lebih mudah menangkap pada sesuatu yang kembali lagi. Hal lain mengapa rondo mudah diingat, sebab tema utamanya merupakan tema yang juga dibawakan pada tonalitas dasar (tonic key).

Rondo juga bisa digunakan sebagai karya yang independen atau berdiri sendiri. Namun, rondo juga bisa sebagai salah-satu movement dalam karya simfoni, musik kamar, sonata untuk piano, ataupun pada sajian konserto. Rondo seringkali ditempatkan sebagai final movement (movement terakhir). Alasannya, karena selain memberikan suasana yang hidup diakhir karya, rondo juga bisa memberi konklusi yang menyenangkan.

Bentuk rondo seringkali dikombinasikan dengan bentuk sonata untuk menghasilkan sonata rondo. Karya sonata rondo memiliki bagian development yang sama seperti halnya pada bentuk sonata. Secara umum, strukturnya menjadi A-B-A-development-A-B-A. Contoh bentuk sonata rondo ini, dapat kita temukan pada piano konserto No.5 op.73 dalam Es (The Emperor) movement ke-3, dari Ludwig van Beethoven. Karya ini diawali dengan menampilkan dua bagian tema, yakni: A-B-A dalam tonalitas dasar Es, berlanjut ke bagian development yang mengangkat kembali tema utama dalam tiga kali perubahan tonalitas. Rangkaian karya ini, diselesaikan dengan mengangkat kembali tema awal dalam tonalitas dasarnya (A-B-A), serta bagian koda yang pendek dan ditutup dengan kadens.

Kepopularitasan bentuk sonata rondo ini, tidak menyebabkan berakhirnya bentuk rondo pada periode klasik. Bentuk rondo tetap digunakan oleh composer abad 20, seperti Igor Stravinsky atau Arnold Schoenberg.

2. Bentuk rondo pada sonata piano KV 545 (movement ke 3 karya Mozart

Walaupun telah disebutkan diatas bahwa bentuk rondo pada periode klasik pada umumnya berstruktur A-B-A-C-A-B-A, namun tidak menutup kemungkinan bentuk rondo pada periode ini memiliki struktur yang lain. Seperti pada sonata piano KV 545 movement ke 3 karya W.A Mozart, karya ini memiliki struktur A-B-A-C-A dengan diakhiri oleh bagian koda dan kadens, sebuah karya pendek berbentuk rondo dalam struktur yang sederhana. Diawali dengan Tema A dalam C mayor sebagai tonalitas dasar, tema ini terasa cukup singkat. Notasi tentang tema A Rondo dalam piano sonata KV 545 dari W.A Mozart ini, dapat dilihat pada buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 40-41

Tema ini diulangi kembali sekali lagi sebelum berlanjut ke tema B melalui kalimat transisi. Ulangan tema A sebagai tema Utama, mungkin dimaksudkan agar mudah untuk diingat oleh apresiatornya, bila kelak tema ini hadir kembali. Notasi tentang tema B Rondo dalam piano sonata KV 545 dari W.A Mozart ini, dapat dilihat pada buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 40-41.

tema B ini dibawakan dalam tonalitas baru yakni G mayor atau bermodulasi ke tingkat V dari tonalitas dasarnya. Tema B diselesaikan oleh kemunculan motif tema A, sebelum berlanjut je jalimat transisi untuk kemudian hadirkembali Tema A yang sesungguhnya. Kahadiran Tema A (walaupun tidak lengkap) pada bagian ini, namun dapat kita rasakan keberadaanya. Hal ini karena tema A dihadirkan dalam tonalitas dasarnya (C mayor). Pada bagian berikutnya, berlanjut ke Tema C yang hadir dalam tonalitas baru. Notasi tentang tema C Rondo dalam piano sonata KV 545 dari W.A Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 40-41.

Tonalitas baru yang menjadi landasan tema C ini, merupakan tonalitas pararel dari tonalitas dasarnya yakni A minor. Akhir dari keseluruhan karya yang berstruktur rondo ini adalah kembali hadirnya tema A dalam tonalitas dasar (C mayor), yang bersambung ke bagian koda, dan diselesaikan oleh kadens. Notasi tentang bagian coda dan kadens Rondo dalam piano sonata KV 545 dari W.A Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Epstein, 1918 : 40-41.

3. Bentuk Rondo pada piano sonata KV 330 (movement ke 3) karya W.A Mozart

Masyarakat lebih mengenal movement ke 3 sonata piano KV 330 dari W.A Mozart ini sebagai Turkish march. Karya yang memilikidaya tarik karena unsure motif utamanya yang ornamentik ini , sebenarnya dikemas dalam struktur rondo yang agak berbeda dari struktur – struktur rondo yang telah dibahas diatas. Namun kita masih merasakan sebagai bentuk rondo karena prinsip rondo masih terdapat pada struktur komposisinya.

Karya ini diawali dengan menghadirkan tema A sebagai tema Utama yang terbagi dalam struktur rangkaian ST A1 – ST A1 – ST A2- ST A1 – ST A2- ST A1 (ST singkatan dari sub tema). Notasi Tentang Tema A Rondo pada piano sonata KV 330 dari WA Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Eipstein, 1918 : 254 – 257.

Sementara tema B, Mozart mengambil substansidari ST 2 di tema A. tema B ini menggunakan elemen pola ritmik dan kesan dari ST 2 untuk kemudian diterapkan pada nada – nada yan gberbeda dengan nada-nada pada ST2, tetapi dalam gerak interval yang terkesan mirip dengan gerak interval di ST 2. Notasi untuk Tema B Rondo pada piano sonata KV 330 dari WA Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Eipstein, 1918 : 254 – 257.

Tampaknya hal yang sama juga dilakukan oleh Mozart untuk membangun tema C. kali ini ia mengambil elemen pola ritmik dari motif yang terdapat dalam ST A 1 di tema A. tidak hanya itu, Mozart juga membuat tema C dengan pola struktur yang sama seperti Tema A, yakni ST C1- ST C1 – STC2 – STC1 – STC2- STC1. Notasi untuk Tema c Rondo pada piano sonata KV 330 dari WA Mozart ini, dapat dilihat pada buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Eipstein, 1918 : 254 – 257.

Bagian berikutnya adalah bagian yang kembali mengulang ke bagian tema B, berlanjut ke bagian tema A dan tema B (sebagai prinsip rondo). Karya diakhiri dengan bagian koda dan kadens. Sebuah karya yang menarik, sederhana, mengingatkan kita pada karakter Mozart yang senang bermain – main dengan musik. Seolah – olah ingin mengajak apresiatornya untuk bersenda gurau dalam komunikasi yang musikal. Notasi untuk bagian coda dan kadens rondo pada piano sonata KV 330 dari WA Mozart ini, dapat dilihat dalam buku kumpulan karya sonata untuk piano oleh Eipstein, 1918 : 254 – 257.

Saturday, November 7, 2009

BEBOP

Di awal tahun 1940 terlihat adanya perkembangan dari Be Bop (seringkali disebut Bop saja), yakni suatu gaya musik yang cukup rumit. Musik Be Bop umumnya dimainkan oleh kelompok/grup musik kecil. Oleh sebagian orang Be Bop dianggap sebagai bentuk perla­wan­an atau pembebasan (rebelion) dari para improvisator yang kreatif. Mereka menentang sisi komersialisme serta grup-grup band yang ber­aliran Swing.

Gambar:

Band Be Bop

Dikutip dari ………

Dikutip dari…

Musik Be Bop lebih bermakna manakala didengar secara khusus sebagaimana mendengar musik klasik, karena musik ini tidak di­gu­nakan untuk pengiring tarian. Musik Be Bop memiliki kesan harmoni yang sangat menarik serta juga memiliki irama yang tidak mudah diduga oleh pendengarnya. Musik Be Bop umumnya ditam­pilkan atau dibawakan oleh grup-grup spesial, yakni musisi Jazz band stand (dimana musisinya bermain dalam posisi berdiri).

Mereka menggunakan melodi-melodi yang kompleks serta pro­gresi-progresi akor yang tidak biasa. Seperti komentar salah seo­rang pengamat Be Bop yang dikutip berikut ini, ”...Kami tahu, bahwa mereka tidak dapat membuat perubahan akor dengan cara demikian...” Selanjutnya, salah seorang pemain drum Be Bop menambahkan, “...Kita mempertahankan riff-raf dengan maksimal serta membangun suatu klik terhadap akor-akor baru...”

( Track-2 CD-5: ………………. )

Penampilan para pemain Be Bop juga membedakan dirinya dari musi­si-musisi aliran lainnya. Mereka seringkali berpenampilan dengan janggut serta bertopi baret. Tahun 1940-an aliran Be Bop awalnya berpusat di klub Harlem yang disebut Minton’s play House. Di tempat inilah beberapa innovator Jazz muda menjadi pelopornya, seperti Charlie Parker (pemain saxofon), Dizzie Gilespie (pemain terompet), atau Telonious Monk (pemain piano). Mereka datang untuk berpar­tisipasi dalam jams session disana.

Foto-foto:

Tokoh-tokoh Be Bop

Dikutip dari ………

Dikutip dari…

Gaya Be Bop

Satu kelompok pemain Be Bop dapat terdiri dari pemain saxofon dan terompet yang didukung oleh rhythm section (piano, bass, dan perkusi). Peran Be Bop rhythm instruments berbeda seperti yang terdapat pada Jazz awal. Sebagai contoh task drum tidak lagi menandai beat, tetapi melayani untuk aksen-aksen yang tidak biasa atau yang disebut sebagai ‘bombs’.

( Track-3 CD-5: ………………. )

Demikian pula untuk pemain piano tangan kirinya tidak lagi memberi pulsa dasar, tetapi mensuplai akor-akor dalam interval-interval yang tidak biasa.

( Track-4 CD-5: ………………. )

Beat atau ketukan ditandai oleh pizzicato bass. Rhythm dalam melodi Be Bop bervariasi dan tidak dapat diprediksi dibandingkan Jazz-Jazz awal.

Dalam improvisasi solo yang dilakukan Charlie Parker, sebagai con­toh not-not beraksen bisa hadir pada aksen yang lemah atau beat yang kuat, juga dapat dihadirkan pada berbagai variasi tertentu didalam suatu beat.

( Track-5 CD-5: ………………. )

Melodi Be Bop seringkali terdiri dari not-not yang pendek atau rumit, dengan aksen di off beat. Gaya Be Bop yang baru seperti ini bisa jadi memperoleh namanya dari vokalisasi yang sangat cepat yang seringkali dijumpai pada akhir suatu frase. Frase-frase melodinya sendiri seringkali merupakan variasi dan mempunyai panjang yang tidak lazim (irreguler). Dua atau tiga fragmen not dapat diikuti oleh unit melodi pada beberapa bar terakhir.

( Track-6 CD-5: ……………….

Sementara rythm harmoni Be Bop sendiri cukup kompleks. Pemain Be Bop seringkali membangun melodi dari 6 hingga 7not akor daripada 4 atau 5 not akor yang digunakan di Jazz-Jazz awal.

( Track-7 CD-5: ………………. )

Pertunjukan Be Bop biasanya diawali dan diakhiri dengan suatu pernyataan tema utama dari seorang solis atau 2 orang solis yang bermain unisono. Sisa karya itu sendiri kemudian diperkaya dengan improvisasi solo yand didasari pada melodi atau struktur harmoni.

( Track-8 CD-5: ………………. )

Sebagaimana pada Jazz awal, musisi Be Bop menggunakan lagu-lagu populer atau melodi-melodi populer dari 12 bar Blues sebagai landasan improvisasi.

Meskipun demikian, mereka juga menciptakan nada-nada baru untuk disesuaikan dengan harmoni dasar dari melodi yang sangat akrab didengar. Misalnya dalam Karya In Joke, musisi Jazz Be Bop bisa menggunakan sebuah nada dengan judul baru, dan hanya pendengar-pendengar yang berpengalaman yang bisa menebak lagu aslinya.

( Track-9 CD-5: ………………. )

Hal itu dapat didengar pada karya Charlie Parker yang berjudul Koko (1945), gaya Be Bop dari improvisasi Charlie Parker akan diilustrasikan dalam karya ini oleh 4 musisi. Parker memberikan dasar melodi dari Koko ini, harmoni pada musik populer Cherokee, yakni satu standar big band di era Swing. Ia mengatakan, bahwa ia mulai merasa bosan dengan akor-akor yang punya gaya demikian, dan ia mengubahnya agar bisa digunakan sepanjang waktu. Parker mengatakan tentang karya Koko, bahwa ia ingin tetap berpikir agar ada satu yang bisa dikaitkan, tetapi sesuatu itu berbeda. Parker ingin tetap mendengarkannya dalam beberapa kali, walaupun ia tidak bisa memainkannya. Maka disuatu malam Parker bekerja terus dengan Cherokee, dan ia merasa bisa melakukannya. Parker merasa, bahwa ia menggunakan interval-interval yang tinggi dari akor, sebagai suatu garis /alur melodi, dan kembali kebelakang dengan tepat, bisa melakukan hubungan yang sekaligus berubah (atau hubungan yang menandakan adanya perubahan). Parker merasa bahwa ia bisa memainkan sesuatu untuk didengar, dan ia merasa menjadi lebih hidup.

Tentang karya Charlie Parker: Koko

( Track-7 CD-5: ………………. )

Koko terdiri dari 16 bar introduksi, 2 chorus (32 bar untuk setiap chorus) yang dimainkan solo saxofon alto oleh Charlie Parker, Solo drum oleh Max Roach, dan 16 bar coda yang mencoba ’memanggil’ introduksi. Tempo biasanya dimainkan sangat cepat, dan beat biasanya ditandai dengan pizzicato bass. Sementara suara Cymbal, dimainkan dengan pemukul/stick yang berbentuk seperti ’sapu’. Sebagai catatan tambahan, terdapat Bombs atau aksen yang tidak irreguler (tidak biasa) dari bass drum.

Introduksi dimulai dari melodi yang pendek (dimainkan oleh saxofon, trompet, dan drum) oleh Dizzy Gilespie dalam unisono) dan dilanjutkan dengan 2 solo yang menjadi break sebagai penanda perubahan kecepatan dari instrumen tersebut.

Parker memperluas permainan solo, dengan menggunakan aliran not-not yang cepat, dan frase yang tidak simetris, serta aksen-aksen yang tidak bisa diduga. Begitu juga dengan tanda diamnya. Hanya pada permainan solo, terdapat rhythm penuh yang terdengar. Beat spektakuler dari permainan solo drum, sulit untuk ditangkap karena rhythm-nya yang kompleks.